Perbedaan Fiqih Syafi'i dan Hanafi Haji: Komparasi Ritual Penting Umrah & Haji
Bagi mayoritas jamaah Indonesia, Mazhab Syafi'i adalah panduan utama dalam beribadah. Namun, di Tanah Suci Makkah dan Madinah, praktik ritual seringkali dipengaruhi oleh Mazhab Hanafi, yang juga merupakan salah satu mazhab utama dalam Islam. Memahami Perbedaan Fiqih Syafi'i dan Hanafi Haji sangat krusial, terutama pada ritual-ritual yang sensitif terhadap keabsahan ibadah.
Artikel ini akan mengulas komparasi praktis antara dua mazhab ini, khususnya terkait bersuci, thawaf, dan miqat.

Perbedaan Mendasar dalam Hukum Bersuci (Wudu)
Hukum batalnya wudu adalah perbedaan yang paling sering memicu keraguan jamaah Syafi'i saat berada di keramaian Haramain.
1.1. Batalnya Wudu Akibat Sentuhan Kulit
Menurut Mazhab Syafi'i (panduan utama jamaah Indonesia), bersentuhan kulit antara pria dan wanita yang bukan mahram membatalkan wudu, meskipun tanpa syahwat.
-
Penerapan di Thawaf: Hal ini menjadi perhatian besar saat thawaf yang padat. Namun, beberapa ulama Syafi'i memberikan rukhshah (keringanan) jika sentuhan terjadi tanpa sengaja dan sulit dihindari.
-
Pandangan Hanafi: Sentuhan kulit non-mahram tidak membatalkan wudu, kecuali sentuhan itu disertai syahwat. (Perbandingan Hukum Batal Wudu Empat Mazhab).
1.2. Batalnya Wudu Akibat Menyentuh Kemaluan
Mazhab Syafi'i menyatakan bahwa menyentuh kemaluan (baik kemaluan sendiri maupun orang lain, bahkan anak-anak) dengan telapak tangan membatalkan wudu.
-
Pandangan Hanafi: Menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudu, kecuali jika keluarnya sesuatu dari kemaluan tersebut. (Tinjauan Fiqih Sentuhan Kemaluan dan Wudu).
Perbedaan Ritual Krusial: Thawaf dan Miqat
Dua ritual ini memiliki perbedaan praktis yang dapat mempengaruhi tata cara pelaksanaan ibadah haji dan umrah.
2.1. Lokasi Shalat Sunnah Thawaf (Maqam Ibrahim)
Setelah selesai thawaf tujuh putaran, disunnahkan melaksanakan shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim.
-
Pandangan Syafi'i: Disunnahkan shalat sedekat mungkin dengan Maqam Ibrahim (di belakangnya, menghadap Ka'bah).
-
Pandangan Hanafi: Tidak disyaratkan harus shalat tepat di belakang Maqam Ibrahim. Shalat di mana saja di dalam Masjidil Haram adalah sah, asalkan tidak menghalangi jalur thawaf. Hal ini meringankan jamaah saat Masjid sangat padat. (Hukum Shalat di Belakang Maqam Ibrahim Menurut Mazhab Hanafi).
2.2. Pelanggaran Miqat dan Dam
Miqat adalah batas di mana jamaah wajib berniat Ihram. Jika melampaui miqat tanpa ihram, wajib membayar dam (denda).
-
Perbedaan: Mazhab Hanafi berpendapat bahwa jika seseorang melewati miqat tanpa niat ihram, ia wajib kembali ke miqat untuk berniat. Jika tidak kembali, ia wajib membayar dam. (Prosedur Pengurusan Dam Akibat Pelanggaran Miqat).
Implikasi Praktis bagi Jamaah Indonesia
Memahami Perbedaan Fiqih Syafi'i dan Hanafi Haji dapat memberikan ketenangan dan fleksibilitas tanpa harus merasa melanggar syariat.
3.1. Mengambil Keringanan (Talfiq) dalam Kondisi Darurat
Dalam kondisi sangat padat, seperti saat thawaf di puncak musim haji, jamaah yang bermazhab Syafi'i boleh mengambil rukhshah (keringanan) dengan mengikuti pandangan Mazhab Hanafi agar wudunya tidak batal (yaitu, sentuhan non-mahram tidak membatalkan wudu). Ini disebut Talfiq yang dibolehkan dalam kondisi dharurah (darurat) untuk menghindari kesulitan yang nyata.
-
Syarat: Pengambilan rukhshah ini harus dilakukan dalam kondisi terpaksa dan tidak boleh dicampuradukkan (talfiq) dalam satu rangkaian ibadah yang sama secara sengaja. (Penjelasan Fiqih tentang Talfiq dan Batasannya).
3.2. Keseragaman dalam Pelaksanaan Wukuf dan Mabit
Meskipun ada perbedaan kecil dalam detail, ritual-ritual utama seperti wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah dan Mina, serta melontar jumrah, memiliki tata cara yang hampir seragam dan tidak memiliki perbedaan fundamental antara Syafi'i dan Hanafi.
-
Fokus Utama: Prioritaskan keseragaman pelaksanaan dengan kelompok Anda dan hindari perdebatan mazhab. (Panduan Praktis Melaksanakan Wukuf yang Sah).
Inti Ibadah adalah Kesucian Hati
Perbedaan Fiqih Syafi'i dan Hanafi Haji adalah rahmat yang menunjukkan kekayaan ilmu Islam. Bagi jamaah, yang terpenting adalah menjaga keabsahan rukun dan syarat, serta memprioritaskan khusyu' dan kebersihan hati. Dengan perencanaan yang matang, ibadah Anda akan sah dan mabrur.
