Hukum Fiqih Berutang untuk Biaya Haji Naik: Dilema Istita'ah Kontemporer

Kategori : Haji, Tips, Ditulis pada : 16 Desember 2025, 08:54:58

Ibadah haji adalah kewajiban bagi yang mampu (Istita'ah). Dalam praktiknya, jamaah sering menghadapi dilema besar: biaya haji yang telah ditabung bertahun-tahun tiba-tiba naik karena fluktuasi mata uang atau penyesuaian regulasi. Pertanyaannya, bagaimana Hukum Fiqih Berutang untuk Biaya Haji Naik? Apakah berutang, meskipun tanpa riba, tetap memenuhi syarat Istita'ah?

Artikel ini akan meninjau pandangan Fiqih terhadap utang dalam konteks biaya haji dan kapan utang tersebut membatalkan syarat kemampuan. 

How Saudi Arabia's Revenues From Hajj and Umrah May Reach $350 Billion  After a Decade? - Al-Estiklal Newspaper


Konsep Istita'ah (Kemampuan) dalam Fiqih Haji 

Istita'ah adalah syarat wajib haji. Ia mencakup kemampuan fisik, keamanan, dan yang paling penting, finansial.

1.1. Definisi Istita'ah Finansial 

Secara umum, Istita'ah finansial berarti memiliki biaya yang cukup untuk perjalanan pergi-pulang haji tanpa mengganggu nafkah wajib bagi keluarga yang ditinggalkan, dan melunasi semua utang jatuh tempo.

1.2. Hukum Fiqih Berutang untuk Biaya Haji Naik dan Pandangan Ulama 

Mayoritas ulama berpendapat bahwa seseorang tidak wajib berutang untuk melaksanakan haji. Namun, jika ia berutang (pinjaman halal non-riba) dan mampu melunasinya tanpa mengganggu nafkah wajib keluarga, maka syarat Istita'ah dapat terpenuhi.


Utang untuk Menutup Selisih Biaya yang Naik 

Ini adalah masalah kontemporer yang spesifik: jamaah sudah mendaftar dan menabung, tetapi kekurangan dana di saat pelunasan.

2.1. Utang untuk Menambah Biaya (Bukan Seluruh Biaya) 

Jika kekurangan dana hanya sedikit (selisih kenaikan) dan utang yang diambil dapat dilunasi dengan mudah dari penghasilan rutin setelah pulang haji, maka Hukum Fiqih Berutang untuk Biaya Haji Naik cenderung dibolehkan, bahkan mungkin dianjurkan oleh sebagian ulama jika ia sangat ingin segera berhaji.

  • Syarat Mutlak: Utang tersebut harus pasti mampu dilunasi dan tidak boleh mengandung unsur riba sedikit pun.

2.2. Hukum Meminta Sumbangan atau Talangan 

Meminta bantuan finansial (hibah) dari kerabat atau talangan dana tanpa bunga dari lembaga, lebih utama daripada berutang kepada pihak ketiga. Dalam hal ini, Istita'ah Anda didukung oleh orang lain, dan ibadah Anda tetap sah.


Implikasi Fiqih dan Kesiapan Pelunasan 

Aspek terpenting dari Hukum Fiqih Berutang untuk Biaya Haji Naik adalah dampak pelunasan setelah kembali.

3.1. Utang yang Menghilangkan Istita'ah 

Utang dianggap membatalkan Istita'ah jika:

  1. Utang tersebut jatuh tempo sebelum atau saat keberangkatan haji.

  2. Total utang dan cicilan pasca-haji terlalu besar sehingga mengganggu kebutuhan primer dan nafkah wajib keluarga (menimbulkan dharar).

  3. Utang tersebut mengandung riba.

3.2. Wajib Meminta Izin Kreditur 

Jika Anda memiliki utang yang sudah ada (misalnya KPR atau utang lain) dan berencana berhaji, Fiqih mewajibkan Anda untuk meminta izin dari kreditur. Jika kreditur mengizinkan Anda berhaji (karena keyakinan Anda mampu melunasi), maka utang tersebut tidak membatalkan Istita'ah.


Prioritaskan Kewajiban atas Sunnah

Hukum Fiqih Berutang untuk Biaya Haji Naik dapat dibolehkan asalkan utang tersebut halal (non-riba) dan mampu dilunasi tanpa mengorbankan kewajiban yang lebih utama (nafkah keluarga dan pelunasan utang lain). Inti dari Istita'ah adalah tidak memberatkan diri dan orang lain. Haji yang mabrur dimulai dari harta yang thayyib.

Cari Blog

10 Blog Terbaru

10 Blog Terpopuler

Kategori Blog

Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id